Senin, 21 Desember 2015

SEKILAS PANDANG KENEGERIAN LIPATKAIN RANTAU KAMPAR KIRI KENEGERIAN LIPATKAIN



IBU KOTA RANTAU KAMPAR KIRI
Seandainya Rantau Kampar Kiri sebentuk cincin emas,
maka Kenegerian Lipatkain adalah mata cincin nya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMvyUJULWkkBR0Ao_9zk4CAkB-honrLrmO91ufoiWMrV0CBsQ_u8xP4SxJ1Y9jfnYLlojSJFRW64aWx3u838b4AulSQCDytTQxo5P5QJA2SOQBKTJ-Y1igBLuerHRSOL3sDPdWnG0U8CWh/s320/TUGU+EQUATOR+RIAUDAILYPHOTO.COM.JPG
LIPATKAIN KOTA KHATULISTIWA

1. Sejarah Kenegerian Lipatkain
Dalam tombo adat Kenegerian Lipatkain yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi disebutkan bahwa, pada zaman dahulu kala datanglah dua orang datuk kedaerah Lipatkain secara bersamaan yaitu datuk pertama bernama Datuk Sutan Lawik Api beliau, datang dengan perahu dari selat Malaka mudik ke Sungai Ombun (Batang Kampar Kiri) dan singgah (maontak Gala, membuang sauh) di daerah yang sekarang Lipatkain. Ditepi sungai tersebut Datuk Sutan Lawik Api Manundo Kapae Sosak, Malambe (menebas) Kalimunting membuat ladang dan kebun. Tidak jauh disebelah hulu sungai datang pula seorang Datuk dari hulu sungai Kampar Kiri yaitu dari daerah Gunung Merapi (Pagaruyung) yaitu Datuk Godang menghilir dari hulu dan singgah membuat ladang dan kebun pula.
Kemudian disaat kedua Datuk tadi berburu binatang,  dan menggumpulkan makanan dihutan( foodghatering). Maka berjumpalah mereka berdua, maka  terjadilah dialok diantara keduanya tentang siapa yang dahulu datang di daerah Lipatkain ini. Masing-masing datuk mengakui dirinya yang dahulu datang dan berhak atas daerah Lipatkain dengan menunjukkan tanda-tanda masing-masing.
Setelah menunjukkan bukti masing-masing ternyata kedua datuk memang datang bersamaan, sehingga mereka bersepakat untuk tinggal bersama-masa membangun kampuong, dan ladang serta membuat janji persaudaraan layak nya adik dan kakak.
Disaat kedua datuk sedang berburu di atas sebuah bukit, mereka melihat asap api yang sangat besar di daerah aliran sungai Singingi. Maka kedua Datuk kedaerah berangkat menyelusuri sungai Singingi  melihat apa gerangan yang terjadi. Didaerah Singingi kedua datuk menemui kampuong yang tengah terbakar dan mayat-mayat yang berserakan, rupanya daerah Singingi diala (diserang Garuda), maka terjadilah pertempuran antara Datuk Sutan Lawik Api dan Datuk Godang dengan Garuda, sehingga Sang Garuda dapat dibunuh.
Setelah Garuda dapat dibunuh, datuk-datuk tersebut mendengar tangisan anak kecil diantara reruntuhan rumah yang hancur diamuk Garuda. Direruntuhan rumah tersebut Sang Datuk menemukan seorang gadis kecil yang selamat. Maka gadis kecil tersbut di bawah ke Kampuong Lipatkain dan dibesarkan oleh kedua orang datuk tersebut.
Setelah berlalunya waktu, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, dan tahun pun berganti. Maka gadis kecil yang bernama “Puti Majo” beranjak remaja dan dewasa  maka tampaklah kecantikan dan rupawan nya sang Putri. Melihat paras yang rupawan maka jatuh hatilah kedua datuk pada Puti Majo, maka jadilah perselisihan tentang siapa yang berhak untuk mengawini Sang Putri.
Puncak dari persingan antara kedua Datuk, maka terjadilah pertarungan antara keduanya, setelah sekian lama bertarung, saling adu kesaktian, rupanya kedua datuk sama-sama pendekar dan tidak ada yang menang dan kalah. Setelah lelah bertarung maka dibuatlah kesepakatan untuk bersama-sama meninggalkan Kampuong dan meninggalkan Puti Majo sendirian. Datuk Godang lari keseberang Kampuong dan menetap disana, sedangkan Datuk Sutan Lawik Api lari ke hulu Batang Olang dan menetap pula disana.
Tidak lama berselang maka datanglah Datuk Sinaro kedaerah Lipatkain dari pesukuan Mandailing/Maliling, di daerah Lipatkain tersebut Datuk  Sinaro menemui seorang gadis menangis sendirian. Gadis tersebut adalah Puti Majo, Puti Majo menceritakan kisah tentang kedua Kakak angkat nya yaitu Datuk Sutan Lawik Api dan Datuk Godang yang berselisih dan meningalkan Kampuong karena memperebutkan dirinya. Dan meminta Datuk Sinaro untuk menjemput keduanya kembali ke Kampuong.
Maka Datuk Sinaro berhasil membujuk kedua datuk untuk kembali kekampuong Lipatkain dan memperdamaikan keduanya. Maka dibutlah kesepakatan bahwa Datuk Sutan Lawik Api, Datuk Godang dan Puti Majo adalah bersaudara dan tidak boleh saling menikahi hal ini juga berlaku bagi anak keturunan mereka hingga hari ini(Cilampuong pata baindiak sutonyo batali juo). Maka Puti Majo dinikahi oleh Datuk Sinaro maka Datuk Sinaro menjadi simondo dari Datuk Sutan Lawik Api dan Datuk Godang.
Maka dibagilah kekuasaan diantara datuk-datuk tersebut dimana Datuk Sutan Lawik Api adalah Pemilik Rantau, Datuk Godang Pemilik tanah Ulayat dan Puti Majo Pemilik Negeri, sehingga ketiga datuk adalah penguasa dinegeri Lipatkain dengan sebutan (Datuk Batigo). Sedangkan Datuk Sinaro adalah Suluh Negeri (Andiko Besar). Maka dibuatlah sebuah Negeri dengan nama Negeri Bungo Setangkai, inilah nama awal dari negeri Lipatkain.
Kemudian datanglah beberapa suku lagi kenegeri Bungo Setangkai yaitu suku Melayu Palokoto, Suku Melayu Bendang, suku Nelayu nan ompek, suku Domo, sehingga negeri Bungo Setangkai didiami oleh delapan suku sehingga berdirinya kerajaan Gunung Sailan.
Pada masa kerajaan Gunung Sailan terjadilah perkara yang tak selesai-selesai di negeri Bungo Setangkai dimana negeri terbelah menjadi dua praksi besar delapan suku terpecah menjadi dua golongan yang masing masing kokoh pada pendiriannya. Sehingga setiap persoalan tidak bisa diambil kata sepakat.
Persoalan ini sampai kepada Raja Gunung Sailan, maka raja mengambil keputusan untuk menempatkan keturunannnya dari suku Piliang untuk menetap di Lipatkain sebagai penengah dari delapan suku yang berselisih. Sehingga negeri Lipatkain terdiri dari sembilan suku.

Budaya dan Adat Istiadat Kenegerian Lipatkain
Masyarakat Adat kenegerian Lipatkain secara kebudayaaan menganut kebudayaan matrilineal yaitu garis kekerabatan ditarik dari pihak ibu, Kebudayan ini dikenal dengan budaya Minangkabau. Sedangkan system perkawinan nya adalah system matrilokal dimana seseorang harus mencari pasangan diluar suku atau klannya.
Secara adat-istiadat penduduk kenegerian Lipatkain terdiri dari Sembilan suku/pesukuan yaitu terdiri dari :
1.     Suku Pitopang Basa dengan kepala suku Dt. Jalelo
2.     Suku Pitopang Tonga dengan kepala suku Dt. Godang
3.     Suku Melayu Palokoto dengan kepala suku Dt. Paduko Majo
4.     Suku Mandailing/Maliling dengan kepala suku Dt. Sinaro
5.     Suku Melayu Bendang dengan kepala suku Dt. Tanaro
6.     Suku Piliang dengan kepala suku Dt. Mongguong/Tumenggung
7.     Suku Domo dengan kepala suku Dt. Paduko Tuan
8.     Suku Melayu Nan Ompek kepala suku Dt. Mahudum
9.     Suku Melayu Datuk Marajo dengan kepala suku Dt. Majo
Satu suku/pesukuan disebut juga satu Kampuong, satu kampuong terdiridari beberapa keluarga yang masih memiliki hubung kekerabatan dari pihak ibu.satu suku/kampuong di perintah oleh Ninik Mamak di  Sebut “ Baompek Dalam Kampuong Balimo Jo Ughang Tuo” yaitu terdiri dari
1.     Mamak Godang Ka Nagoghi ( Kepala Suku)
2.     Mamak Godang Ka Kampuong
3.     Malin
4.     Dubalang
5.     Ughang Tuo
Masing-masing memiliki tugas dan wewenang tersendiri dalam suatu satuan hukum adat di tingkat Kampuong terhadap rakyat yang disebut dengan sebutan “Kamanakan”. (dihimpun dari berbagai sumber).

http://rantaukamparkiriculturecenter.blogspot.com/2012/03/sekilas-pandang-kenegerian-lipatkain.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar