Senin, 21 Desember 2015

Bahasa Minang


BAHASA MINANGKABAU/BASO MINANG/BASO AWAK
 
Bahasa Minang adalah salah satu bahasa dalam keluarga bahasa Austronesia yang termasuk kelompok cabang Bahasa Malayo-Polynesia. Dituturkan oleh komunitas suku bangsa Minangkabau atau Urang Awak. Secara tradisional tersebar di bagian tengah pulau Sumatera, tepatnya di provinsi Sumatera Barat, wilayah provinsi Riau bagian barat dan tengah, dan bagian utara provinsi Bengkulu. Varian bahasa Minang juga dituturkan oleh komunitas masyarakat suku bangsa Pesisir di sepanjang pesisir barat provinsi Sumatera Utara (dikenal sebagai Bahasa Pasisi) dan Suku Bangsa Aneuk Jamee / Jamu di pesisir barat provinsi Aceh (dikenal sebagai Bahasa Jamu/Jamee), juga dituturkan suku bangsa Penghulu di barat provinsi Jambi. Konon, nenek moyang masyarakat Pesisir, Aneuk Jamee dan Penghulu berasal dari Minangkabau atau Ranah Minang yang bermigrasi ke wilayah tersebut sejak ratusan tahun yang lampau. Bahasa Minang juga dituturkan di Malaysia oleh masyarakat Malaysia yang berleluhur dari Ranah Minang dan Negeri Sembilan (dikenal sebagai Baso Nogori atau Bahasa Melayu Negeri Sembilan), masyarakat perantau keturunan Rao (dikenal sebagai bahasa Rawa) dan masyarakat keturunan Kampar, juga keturunan perantau asal Sumatera Barat lainnya. Seperti halnya masyarakat Pesisir, Aneuk Jamee dan Penghulu, nenek moyang masyarakat penutur Bahasa Minang di Malaysia ini juga telah bermigrasi dari Ranah Minang ke sana dari masa yang lampau. Selain itu, Bahasa Minang juga dituturkan oleh masyarakat Minang di diaspora atau perantauan lainnya.

Pengucapan
Vokal
A pada kata Kareh, Apo
E (E taling) pada kata Padeh, Etek
E (E pepet) pada kata Bonegh, Bondegh, Tinggegh (khusus dalam dialek Tanah Datar bagian timur, Sumpur Kudus Sijunjuang dan Singingi Riau).
I pada kata Minang, Induak
O pada kata Apo, Ondeh
U pada kata Urang, Buruang

Diftong
Ia pada kata Bibia (dalam dialek Pariaman menjadi Ie pada kata Bibie dan dalam dialek Kampar dan Muaro Labuah menjadi Iu pada kata Bibiu). 
Ia pada kata Ambiak (dalam dialek Kampar menjadi Io pada kata Ambiok dan dalam dialek sebagian Solok menjadi Ie pada kata Ambiek). 
Ia pada kata Niniak (Niniok dalam dialek Kampar dan Niniek dalam dialek sebagian Solok). 
Ia pada kata Cabiak (dalam dialek Kampar menjadi Cabiok,  dalam dialek sebagian Solok menjadi Cabiek). 
Ia pada kata Lapiak (dalam dialek Kampar menjadi Lapiok, dalam dialek sebagian Solok jadi Lapiek).
Ui pada kata Takuik, Apuih
Ua pada kata Duduak (dalam dialek Kampar, Rokan Kiri dan Tanjuang Ampalu Sijunjuang menjadi Uo pada kata Duduok dan dalam dialek sebagian Solok menjadi Ue pada kata Duduek). 
Ua pada kata Datuak (Datuok dalam dialek Kampar, Rokan Kiri, Tanjuang Ampalu Sijunjuang dan Datuek dalam dialek sebagian Solok). 
Ua pada kata Kasua, Dapua, Kabua, (dalam dialek Pariaman menjadi Kasue, Dapue, Kabue), dalam dialek Rokan IV Koto, Rokan Hulu menjadi Kasuo, Dapuo, Kabuo
Uw pada kata Apuw (khusus dalam dialek Rokan Kanan)
Ai pada kata Balai, Denai
Au pada kata Lapau, Silau
Ea pada kata Geleang, Lereang
Ei pada kata Tadei, Jawei, Padei (dalam dialek kota Padang) dan (Sungei, Morosei, dalam dialek Rao, dalam dialek Minang Umum, Sungai, Marasai)
Ou pada kata Limou (dalam dialek Rao dan Kari Kuantan) dan Bonou (dalam dialek Kolok Nan Tuo Sawahlunto)
Oi/Oe pada kata Oi/Hoi/Oe/Hoe (kata sapaan semakna dengan ‘Hei’ dalam bahasa Indonesia)

Jadi, terdapat beragam diftong dalam bahasa Minang yaitu:
Ia (Niniak, Putiah, Bibia, Karambia)
Ie bunyi E taling atau seperti mengucap kata Ember (Niniek, Putieh, Bibie, Kambie)
Iu (Bibiu, Kambiu)
Io (Niniok, Putio)
Ui (Japuik, Apuih)
Ua (Basuah, Jatuah, Datuak)
Uo (Basuo, Jatuo, Datuok), (Dapuo, Ambuo dalam dialek Rokan IV Koto, Rokan Hulu)
Ue (Basueh, Jatueh, Datuek, dialek sebagian Solok), (Dapue, Sumue, Ambue dalam dialek Pariaman), dalam dialek Minang Umum: Basuah, Jatuah, Datuak, Dapua, Sumua, Ambua
Ai (Denai, Sampai)
Au (Kabau, Alau)
Ea (Teleang, Kepeang, Ereang Gendeang)
Ei (Tadei, Jawei dalam dialek kota Padang), (Kodei, Somei dalam dialek Rao), dalam dialek Minang Umum: Tadi, Jawi, Kadai, Samai
Ou (Rantou dalam dialek Rao), (Bonou dalam dialek Kolok Nan Tuo Sawahlunto), dalam dialek Minang Umum: Rantau, Bana
Oi (Oi/Hoi : artinya "hei")

Contoh beberapa kosa kata bahasa Minang.
B pada kata Bana
C pada kata Caro
D pada kata Denai
G pada kata Gadang
J pada kata Jantuang
K pada kata Kuruang, Tapuak. (K akan berbunyi ‘ jika sebagai konsonan seperti pada kata Kusui’, Takui’,  Tasera’, Nampa’, Lasa’
L pada kata Limo
M pada kata Manang
N pada kata Namo
P pada kata Paniang
R pada kata Rimbo
S pada kata Santiang
T pada kata Talingo
W pada kata Sarawa
Y pada kata Iyo
NG pada kata Siang
NY pada kata Inyo
GH (غ) pada kata Ughang (umumnya dialek-dialek bahasa Minang menggunakan "gh", kecuali dialek Minang Umum yang jelas memakai huruf R seperti pada kata Urang).

Dialek
            Bahasa Minang memiliki banyak dialek, walaupun demikian, penutur dialek yang berbeda ini masih bisa saling memahami satu sama lainnya. Untuk menyatukan atau menghubungkan berbagai dialek yang berbeda ini bisanya dipakai dialek Minang Umum (tidak sama dengan dialek Padang) yang utamanya dituturkan didaerah perkotaan.
            Secara umum, dialek bahasa Minang atau baso Awak bisa dibagi menjadi tiga kelompok dialek utama. Kelompok Dialek bagian Barat, kelompok dialek bagian Timur dan kelompok dialek bagian Selatan. Perbedaan kelompok dialek Barat, kelompok dialek Timur dan kelompok dialek Selatan ini ditandai dg perbedaan vokal di suku kata pertama, yaitu vokal 'a', 'o' dan 'e' (suku kata pertama bervokal "e pepet" di bahasa Indonesia akan bervokal "a" di kelompok dialek Barat, bervokal "o" di kelompok dialek Timur dan tetap "e" di kelompok dialek Selatan). Contoh: kelompok dialek Barat melafalkan 'Padeh' (Pedas), 'Capek' (Cepat), 'Bareh' (Beras), 'Panek' (Penat), 'Talok' (Sanggup), 'Salang' (Pinjam), sedangkan dalam kelompok dialek Timur menjadi, 'Podeh' (Pedas), 'Copek' (Cepat), 'Boreh' (Beras), 'Ponek' (Penat), 'Tolok' (Sanggup), 'Solang' (Pinjam) dan kelompok dialek Selatan melafalkan 'Pdeh' (Pedas), 'Cpek' (Cepat), 'Bgheh' (Beras), 'Pnek' (Penat), 'Tlok' (Sanggup), 'Slang' (Pinjam).                 Kelompok Dialek Barat tersebar di sepanjang pesisir Sumatera Barat (kecuali Aia Bangih sekitarnya) serta pesisir barat provinsi Aceh dan pesisir barat provinsi Sumatera Utara yaitu di kabupaten Pasaman Barat bagian selatan, kabupaten Padang Pariaman, kota Pariaman, kota Padang, kabupaten Pesisir Selatan bagian utara dan tengah, kabupaten Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, kabupaten Tapanuli Tengah, kota Sibolga, kabupaten Mandailing Natal dan pesisir kabupaten Tapanuli Selatan. Di pedalaman, dialek Barat dituturkan di kabupaten Pasaman bagian selatan, kabupaten Agam, kota Bukittinggi, kota Padangpanjang, kabupaten Tanah Datar bagian barat, kota Solok, kabupaten Solok kecuali bagian utara, kabupaten Solok Selatan bagian barat. Kata-kata ‘Sia’, ‘A’, ‘Dima’, ‘Ma’, ‘Bara’, ‘Baa’, ‘Kama’ umum digunakan dalam dialek Barat atau menjadi ciri khas dialek seluruh penduduk asli Padang Pariaman, kota Pariaman, kota Padang. Sedangkan daerah penutur dialek Minang Barat lainnya di sebagian Pesisir Selatan, Solok Selatan bagian barat, tetap menggunakan kata ‘Siapo’, ‘Apo’, ‘Dimano’, ‘Mano’, ‘Baapo’, ‘Kamano’.
            Kelompok Dialek bahasa Minang bagian timur dituturkan masyarakat adat Minang atau Urang Awak di sebagian kecil pesisir barat, pedalaman Sumatera Barat dan bagian barat hingga tengah provinsi Riau. Dari kabupaten Pasaman Barat (Aia Bangih, Parik, Ujuang Gadiang, Sungai Aua, Muaro Kiawai, Talu, Sinuruik, Kajai), kabupaten Pasaman bagian utara dan timur (Rao - Mapat Tunggul), kabupaten Rokan Hulu Riau, kabupaten Rokan Hilir Riau, kabupaten Lima Puluh Kota, kota Payakumbuh, kabupaten Kampar Riau, kabupaten Pelalawan Riau, kabupaten Tanah Datar bagian timur, sebagian kecil kabupaten Solok (bagian utara), kabupaten Sijunjung, kota Sawahlunto, kabupaten Kuantan Singingi Riau serta sebagian kabupaten Indragiri Hulu Riau, kabupaten Solok Selatan bagian timur, dan kabupaten Dharmasraya, barat provinsi Jambi (dialek suku Penghulu di kabupaten Tebo, Bungo, Merangin, dan Sarolangun), serta Malaysia (baso Nogori di Negeri Sembilan dan Naning Melaka).
               Kelompok Dialek bahasa Minang bagian selatan dituturkan masyarakat adat Minang di bagian selatan kabupaten Pesisir Selatan hingga kabupaten Mukomuko Bengkulu. Dari Indopuro, Tapan, Lunang, Silauik dan Mukomuko Bengkulu.
            Dalam tiga kelompok dialek Bahasa Minang ini, kelompok dialek Barat, kelompok dialek Timur dan kelompok dialek Selatan terdiri dari beragam dialek tergantung wilayahnya. Dalam kelompok dialek Barat ada dialek-dialek : Simpang Ampek, Lubuak Basuang, Pariaman, Padang, Pesisir Selatan bagian utara, Pesisir Selatan bagian tengah, Agam, Tanah Datar bagian barat, Solok, Muaro Labuah dan lain-lain yg bisa saja berbeda antar nagari nya. 
            Kelompok Dialek Timur terdiri dari beragam dialek-dialek berdasarkan wilayahnya, dialek-dialek Rao, Talu, Rokan Kiri, Rokan Kanan, Mudiak Lima Puluh Kota, Payakumbuh sekitarnya, Kampar Kanan, Kampar Kiri, Singingi, Lintau Tanah Datar, Sumpu Kudus Sijunjung, Bagian timur Tanah Datar lainnya, Kuantan, Abai Sangir Solok Selatan, Dharmasraya, yg juga bisa saja berbeda antar nagarinya, contoh di daerah Koto Tinggi Lima Puluh Kota, Rao, Rokan Kiri diucapkan ‘Nogori’, ‘Monjadi’, ‘Mombuek’, ‘Borubah’, sedangkan daerah Lima Puluh Kota yg lain, daerah Sijunjung, Kampar, Dharmasraya, Taluak Kuantan menjadi ‘Nagori’ atau ‘Nagoghi’, ‘Manjadi’, ‘Mambuek’, ‘Barubah’, dan di Rokan Kanan diucapkan 'Nugori', 'Nugoi', 'Munjadi', 'Mumbuek', 'Burubah'.
            Dialek Selatan di Pesisir Selatan bagian selatan - Mukomuko Bengkulu terdiri dari beberapa dialek pula, seperti dialek Indopuro, Tapan, Mukomuko, dan lain-lain. Ciri khas kata-kata dalam dialek ini berakhiran 'ing' dan 'ung' jika dalam kata-kata Minang umum berakhiran 'i', contoh, ‘Nagari’ jadi ‘Neghing’, 'Bali' jadi 'Bling', 'Tapi' jadi 'Tping'. 'Kayu' jadi 'kayung', 'Tabu' jadi 'Tebung'. ‘Kini’, ‘Kami’, ‘Pai’, ‘Cari’ akan menjadi ‘Taung’, ‘Kining’, ‘Kaming’, ‘Paing’, ‘Caghing’. Kata-kata ‘Tampek’, ‘Gadang’, ‘Kaciak’, ‘Kariang’, ‘Muko’, ‘Apo’, ‘Malayu’ akan menjadi ‘Tpek’, ‘Gdang’, ‘Kcik’, ‘Kghiang’, ‘Muku’, ‘Apu’, ‘Mlayung’)
            Variasi lainnya dalam dialek bahasa Minang, contohnya kata ‘Air’, dalam dialek bahasa Minang umum adalah ‘Ayia’. Menjadi ‘Ayie’ di kabupaten Padang Pariaman, kota Pariaman, Rokan Hulu Riau. ‘Ayiah’ di sebagian kota Pariaman. ‘Ayi’ di kota Padang’. ‘Ayiu’ di Kampar, Muaro Labuah dan Dharmasraya. ‘Ayigh’ di timur Tanah Datar - Sumpu Kudus Sijunjung, Talawi Hilir Sawahlunto dan Singingi Riau. ‘Ayiar’ di Kuantan Riau dan Sungai Naniang Lima Puluh Kota.
Kata ‘Karambia’ dalam dialek Minang Umum (bhs Indonesia, Kelapa), menjadi ‘Kambie’ di Padang Pariaman. ‘Kambiah’ di sebagian kota Pariaman. ‘Karambi’ di kota Padang. ‘Kambiu’ di Kampar. ‘Kambigh’ di Sijunjuang. ‘Karambial’ di Kuantan. Kata ‘Bana’ (bhs Indonesia, Benar), menjadi ‘Bona’ di sebagian Lima Puluh Kota, sebagian Tanah Datar, Rokan Hulu Riau’. ‘Bono’ di Koto Nan Gadang Payakumbuh, ‘Bonoa’ di Sungai Tarok Tanah Datar, ‘Bone’ (e dibaca pepet) di Mungka Lima Puluh Kota, ‘Bonagh’ di Muaro Sungai Lolo Pasaman, ‘Bonau’ di Kampar Kanan. ‘Bonou’ di Kolok Nan Tuo Sawahlunto dan Kampar Kanan. ‘Bonegh’ (e dibaca pepet) di Tanjuang Bonai Aua Sijunjuang, sebagian Tanah Datar, dan Singingi Riau. ‘Bonar’ di Kuantan. ‘Banau’ di Solok Selatan dan sebagian Pesisir Selatan. Contoh lainnya pada kata ‘Danga’ (bhs Indonesia, Dengar), menjadi ‘Donga’ di sebagian Lima Puluh Kota, ‘Dongo’ di Koto Nan Godang Payakumbuh, ‘Dongoa’ di Sungai Tarok Tanah Datar, ‘Donge’ (e dibaca pepet) di Mungka Lima Puluh Kota, ‘Dongagh’ di Muaro Sungai Lolo Pasaman, ‘Dongegh’ (e dibaca pepet) di Tanjuang Bonai Aua Sijunjung, ‘Dongar’ di Kuantan, ‘Dongau’ di Kampar Kanan, ‘Dongou’ di Kolok Nan Tuo Sawahlunto dan Kampar Kanan, ‘Dangau’ di Solok Selatan.
            Dari beragam varian dialek atau logat Bahasa Minang, dikenallah dialek Bahasa Minang Umum atau bisa dibilang dialek standar Bahasa Minang. Dialek ini berasal dari dialek Minang bagian Barat, namun tanpa membawa ciri khas atau menonjolkan dialek wilayah spesifiknya. Pada dialek bahasa Minang umum tidak membawa atau menonjolkan ciri khas dialek Pariaman, dialek Padang, Agam, Solok, Pesisir Selatan, atau daerah basis dialek Barat lainnya. Dalam dialek atau logat Bahasa Minang Umum tidak ada penggunaan 'Je', 'Nyeh', 'Wee' layaknya dialek daerah Pariaman (dalam dialek Minang Umum digunakan kata ‘Sajo’, ‘Nyo’, ‘Inyo’). Penggunaan ‘Min’ layaknya logat Lubuak Basuang Agam (dalam dialek Minang Umum digunakan kata ‘Sajo’). Penggunaan 'Se', 'Ayi', 'Kasu', 'Kasik', 'Lapik', 'Tadei', 'Jawei' layaknya logat kota Padang (dalam dialek Minang Umum digunakan kata ‘Sajo’, ‘Ayia’, ‘Kasua’, ‘Kasiak’, ‘Lapiak’, ‘Tadi’, ‘Jawi’). Penggunaan 'No'/'Ano' layaknya logat Agam (dalam dialek Minang Umum digunakan kata ‘Nyo’/’Inyo’). Dialek Minang umum biasanya digunakan di daerah perkotaan atau dalam lirik lagu Minang. Bisa dikatakan dialek ini sebagai dialek pemersatu atau penghubung antar penutur Bahasa Minang, karena biasanya penutur Bahasa Minang yang berasal dari daerah yang berbeda, dengan dialek dari kampung halaman masing-masing yang berbeda, akan menggunakan dialek Bahasa Minang Umum ini dalam berkomunikasi. Walau dialek ini berdasarkan pada dialek bahasa Minang bagian Barat (cirinya bervokal 'a' di suku kata pertama), penutur dialek Minang bagian Timur (cirinya bervokal 'o' di suku kata pertama) seperti penutur bahasa Minang dari Rao, Lima Puluh Kota, Kampar, bagian timur Tanah Datar, Sijunjung, Kuantan, Dharmasraya, dan basis penutur dialek Minang Timur lainnya mau menggunakan dialek bahasa Minang umum dalam berkomunikasi antar penutur dialek. Walaupun penutur dialek Minang bagian timur sebut, Besar itu 'Godang', Cepat itu 'Copek', Enak itu Lomak', Belum itu 'Olun', dan lain-lain, mereka akan tetap memakai logat standar Minang yang sebut 'Gadang', 'Capek', 'Lamak', 'Alun'.

Dari berbagai sumber, dari pengalaman dan pengamatan penulis.

5 komentar:

  1. Menurut hemat saya diftong "ea" hanya berlaku di Padang dan sekitarnya, sedangkan di "darek", diftong tersebut tidak dikenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sejauh ini yg saya ketahui juga begitu. Tapi ada yg sebut geliang, leriang, di daerah darek kan

      Hapus
    2. Sampai saat ini saya belum pernah ketemu sama Orang Darek yang ngomong sepert itu.

      Hapus
  2. Sebagai tambahan secara garis besar dialek di Lima Puluh Kota terbagi dua: Payakumbuh dan sekitarnya, "nagori" dan di kawasan "Mudiak", bagian Utara Lima Puluh Kota menjadi "nogori". Bisa disimpulkan di kawasan "Mudiak", semua "e" pepet bahasa Melayu/Indonesia akan menjadi "o". Sebagai contoh: Aku pergi membeli tepung ke pasar, di Mudiak menjadi: Aden poi momboli topuang ko pasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, itu saya contohkan nagari Koto Tinggi. Mereka sebut Nogori bukan nagori. Mereka sebut mombuek, monjadi, borubah. Sama spt logat di Rao dan Rokan Kiri.

      Hapus