Menyatakan
raja yang kedua yang memerintah dalam Luhak Rokan yaitu bergelar Tenkoe
Panglima Radja, kemudia bergelar Tengkoe Radja Rokan.
Alkisah
maka tersebutlah perkataan pada zaman Tengkoe Rajda Rokan memerintah dalam
Luhak Rokan. Adapun pada kemudan telah mangkat ayahnya Soetan Seri Alam, maka
Tengkoe Palima Radja memerintah segala rakyatnya di Koto Sembahjang Tinggi,
serta ianya beristrikan seorang bansa ke Empat Suku.
Sahdan
dalam 4 atau 5 tahun Tengkoe Panglima Radja telah memerintah dibelakang
ayahnya, maka orang di Koto Sembahjang Tinggi bertambah banyak juga serta
bertambah sukunya orang yang datang itu.
- Maka orang yang Suku Melayu asal datang dari Padang Panjang, setengahnya tinggal di Rao, baru lalu ke Luhak Rokan menempat di Koto Sembahjang Tinggi.
- Orang Suku Mandahiling dan Mais datang dari Koto Benio Tinggi, setengahnya berhenti di Petok kemudian baru masuk ke Luhak Rokan menempat ke Koto Sembahjang Tinggi.
- Orang Suku Petopang asalanya keluar dari Muara Tais, kemudian baru masuk ke Luhak Rokan menempat ke Koto Sembahjang Tinggi.
- Orang Suku …………. Asalnya juga dari Muara Tais, kemudian masuk ke Luhak Rokan menempat di Koto Sembahjang Tinggi.
- Orang Suku Peliang, asalnya dari Padang Panjang, kemudian datang pula ke Petok bagian Luhak Lubuk Sikaping, kemudian pindah ke Rao yaitu Lansat Kodok, kemudian masuk ke Luhak Rokan menempat ke Koto Sembahjang Tinggi.
- Orang Suku Caniago, datang dari Padang Panjang, diam di Rao kemudian baru masuk ke Luhak Rokan menempat ke Koto Sembahjang Tinggi.
Kemudian
telah berkumpul segala orang-orang suku yang tersebut diatas ini ke Koto
Sembahjang Tinggi, mereka itu semuanya berkampung dan berladang, diperintahkan
oleh Tengkoe Panglima Radja, semakin lama bertambah ramai juga Koto Sembahjang
Tinggi.
Adapun
dalam hal yang demikian, maka terbitlah pikiran Tengkoe Panglima Radja, hendak
mendirikan Tua-tua dalam tiap-tiap suku yang tersebut. Sehabis itu maka
mufakatlah Tengkoe Panglima Rajda dengan Datuk Nan
Setia orang tua dalam suku yang datang itu, akan mendirikan adat tua-tua dalam
tiap-tiap suku. Sehabis mufakat maka orang Koto Sembahjang Tinggi berelat dan
berjamu mengangkat tua dan tiap-tiap suku.
Dan
Tengkoe Panglima Radja diangkat gelar Tengkoe Radja Rokan, maka orang
besar-besar dalam Koto Sembahjang Tinggi pada zaman itu gelarnya:
- Datoek Nan Setia’
- Datoek Singa
- Datoek Diradja
- Datoek Dalam
Kemudian
dari pada itu maka dibuat pula Hulubalang yang dipilih yang gagah berani, maka
gelar Hulubalang itu seperti dibawah ini:
- Gelar Toepang Muara Poejan
- Gelarnya Sambal Seoepih
- Gelarnya Imbang Langit
- Gelarnya Elang Laut
- Gelarnya Panglima Emping Berantah
- Gelarnya Mata Inda dan
- Gelarnya Sapoe Rantau
Adapun
sehabis orang Koto Sembahjang Tinggi berjamu mengangkat Tengkoe Panglima Radja
bergelar Tengkoe Radja Rokan, pada ketika itu mulailah menanam dan mengatur
orang-orang besar dan Hulubalang yang tersebut diatas maka orang Koto
Sembahjang Tinggi pun bertambah ramai juga, dalam hal yang demikian maka orang
Koto Sembahjang Tinggi memperbuat kampung pula dua buah, satu
bernama Koto Tandjoeng Sabar letaknya ditepi sungai Rokan, sebelah kiri
mudik, berdekatan sebelah mudik Muara Siasam sekarang. Kedua Kampung Simpang Dua, letaknya sebelah kanan
Sungai Rokan antara Sungai Pusu sekarang. Lagi pula lagi dibuat satu kampung
bernama Koto Renah letaknya sebelah kiri Sungai Rokan. Maka yang
tersebut itu jadi anak kampung Koto Sembahjang Tinggi.
Sahdan
maka Tengkoe Radja Rokan dan orang Koto Sembahjang Tinggi pun bertambah ramai
dan makmur. Pada ketika itu Tengkoe Radja Rokan mufakat dengan orang
besar-besar yaitu segala kampung-kampung Sakai yang tersebut diatas, yang
memang dahulu kedapatan oleh ayahnya Soetan Seri Alam dalam Luhak Rokan ini
diamuk dan dilanggar, supaya mereka itu ikut perintah dan beraja di Koto
Sembahjang Tinggi.
Adapun
yang mula-mula diserang, yaitu Kampung Sakai di Batu Bulan, kedua
Kampung Sakai di Koto Kinajang, ketiga Kampung Sakai di Parit Batu,
keempat Kampung Sakai di Koto Berhala yang tersebut pada permulaan buku
ini. Dalam hal yang demikian segala sakai yang tersebut tiada membuat lawan
dengan kuat, hanyalah mereka mengikut beraja kepada Tengkoe Radja Rokan di Koto
Sembahjang Tinggi, kemudian maka segala Sakai-sakai itu rupanya tiada sengan
ikut perintah pada Raja Melayu, maka mereka itupun keluarlah dari
kampungnya masing-masing pergi membawa dirinya ketanah seberang, sampai
sekarang ada lagi pihak-pihak itu orang menjadi Sakai juga dalam bagian Perak (Malaysia sekarang).
Oleh
sebab itu luhak ini tinggal didiami bangsa Melayu saja.
Hatta
tiada beberapa lama kemudian daripada itu, maka datanglah satua buah perahu
dari laut, nahkhodanya bergelar Pendekar Alam Berkokok; kepala dari
perampok laut. Maka setiba pendekar itupun singgahlah
di Koto Sembahjang Tinggi, maksudnya hendak mengamuk Koto Sembahjang Tinggi.
Sampai disitu maka pendekar itu tiada mau menghadap raja disitu, hanyalah
kerjanya mencari jalan perkelahian saja. Apabila malam hari pendekar itu naik
ke Koto Sembahjang Tinggi, lalu berkukuk seperti ayam, serta menepuk-nepukkan
tangan dan menghimbau lawan hendak berkelahi. Maka pada ketika itu seorang
Hulubalangpun tiada dibenarkan raja melawan itu pendekar, hanyalah menanti
ketika yang baik langkah yang elok, buat melawan itu pendekar berkelahi,
sehingga sampai 7 hari lamanya Tengkoe Radja Rokan mencari langkah itu tiada
juga dapat. Sebab itu Tengkoe Radja Rokan menyuruh 7 orang Hulubalang maksud ke
Tapung di Koto Siboeaja, ada seorang akan dipanggil, bergelar Datoek
Ama Pahlawan, yaitu seorang yang gagah berani, minta tolong melawan
Pendekar Alam Berkokok berkelahi di Koto sembahjang Tinggi.
Arkian
maka 7 orang Hulubalang itupun teruslah berjalan menuju Koto Sibuaja dengan
membawa satu ekor anjing. Sampai mereka itu di Bukit Suligi maka anjing itupun
bertemulah dengan seekor anjing dalam hutan itu lalu berkelahi kedua anjing itu
pada satu cabang pada Bukit Suligi itu. Oleh sebab itu terdengarlah oleh orang
yang 7 tadi, terus didekatinya dimana tempat anjing itu berkelahi. Sampai
disitu bertemulah orang yang 7 orang tadi dengan tuan anjing itu yaitu bergelar
Datoek Godang Tjintjin (Datuk Godang Cincin). Oleh sebab itu mengeceklah
kedua belah pihaknya, dalam keceknya itu tersebutlah bahasa mereka itu suruhan
oleh Tengkoe Radja Rokan, disuruh menjemput Datoek Ama Pahlawan akan dibawa ke
Koto Sembahjang Tinggi, akan melawan Pendekar Alam Berkokok.
Adapun
Datuk Godang Cincin datang itu berdua dengan anaknya yaitu asalnya Kepala
Negeri Tanjung pada Sungai Kampar. Maka kata Datuk Godang Cincin,
janganlah menjemput Datuk Ama Pahlawan itu biarlah hamba sahaja bersama
menghadap Tengkoe Radja Rokan buat melawan Pendekar Alam Berkokok itu, sahut
ketujuh utusan itu, kalau datuk mau baiklah. Sebab itulah ditetapkan sekarang
itu batas Rokan dengan Kampar yaitu Bukit Kalaran anjing yang tersebut itu.
Maka
Datuk Godang Cincin dan ketujuh orang utusan Raja itupun berjalanlah ke Koto
Sembahjang Tinggi, sesampai di Koto Sembahjang Tinggi Datuk Godang Cincin pun
pergilah menghadap raja ke istana. Pada ketika itu dititahkanlah oleh raja
kepada Datuk Godang Cincin bahasa ada seorang Pendekar Alam Berkokok darang
dari laut maksudnya hendak berkelahi dengan orang Koto Sembahjang Tinggi pada
ketika itu seorangpun tiada yang sanggup buat melawan pendekar itu. Sebab itu
kami minta pertolongan pada datuk. Jawab Datuk Godang Cincin, baiklah, boleh
patik coba melawannya.
Kemudian
daripada itu segala kelakuan pendekar itu menghimbau lawan, diceritakan oleh
Tengkoe Radja Rokan.
Sahdan
sampai pada waktu malam harinya, maka naiklah pula Pendekar Alam Berkokok
kedalam Koto Sembahjang Tinggi, lalu berkokok menghimbau lawan, maka dijawab
oleh Datuk Godang Cincin dengan katanya, disini tiada orang berkokok, hanyalah
ayam yang pandai berkokok, maka terdengarlah Pendekar Alam Berkokok, iapun
kembalilah ke perahunya, lalu tidur sampai pagi harinya. Setelah hari pagi,
Pendekar Alam Berkokokpun naiklah pula kedarat dengan membawa sebilah pedang,
lalu berkata; siapakah yang jantan malam tadi, turunlah supaya boleh kita
berkelahi. Dijawab Datuk Godang Cincin; akulah yang bercincin banyak dan lain
orang tiada yang bercincin. Sehabis itu Datuk Godang Cincin pun pergilah
menghadap Tengkoe Radja Rookan, mengabarkan bahasa hendak melawan pendekar itu;
jawab raja, baiklah.
Sumber:
https://ajiramiazawa.wordpress.com/2011/02/21/bagian-yang-kedua-tengkoe-radja-rokan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar