Dahulu kala ada seorang yang diberi gelar dengan ninik putih
darah tunjuk yang berasal dari sumatera barat, ia melakukan perjalanan dan
sehingga pada suatu saat sampailah ia pada suatu tempat yang datar dan dialiri
sungai dan ia mendapatkan ide untuk membangun suatu daerah tempat tinggal dan
ia mengajak orang dari daerahnya untuk tinggal ditempat tersebut. Lalu karena
semakin banyak orang diberilah nama "Teratak" dan semakin banyak
penduduknya kemudian diberi nama "Dusun" lalu menjadi
"Koto" lalu datanglah seorang raja yang bernama dipertuan gadis ia
melakukan perjalanan dari Negeri Pagaruyung dan singgah di "Koto"
tersebut dan berkeliling dan ia bertapa didekat sebuah lubuk dengan posisi kaki
bersilah yang dalam bahasa daerah ini disebut dengan "baselo"
sehingga lubuk tersebut diberi nama "lubuk baselo" dan karena tempo
berbicara orang desa cukup cepat sehingga disebut "lubuk lelo".
Kemudian raja dipertuan gadis duduk dibawah sebuah pohon yang besar dan rimbun
kemudian dia mendengar ngiang sungai dan
akhirnya sungai tersebut diberi nama sungai singingi yang berasal dari kata
"singiang-ngiang" yang merupakan bahasa kampung pangkalan indarung
yang berarti suara desahan air sungai yang deras.
Kemudian karena pohon besar ini
mempunyai dahan yang rimbun yang dalam bahasa kampungnya adalah
"naung" sehingga koto tadi yang merupakan pangkalan, kemudian disebut
dengan "Negeri Pangkalan Indaung" kemudian raja membentuk penghulu
adat dan niniak mamak.
Setelah itu Raja ini melanjutkan
perjalanan hingga sepanjang sungai singingi yang sekarang merupakan terdiri
dari 9 koto / negeri diantaranya yaitu :
1.
Pangkalan Indarung
2.
Pulau Padang
3.
Muaralembu
4.
Logas
5.
Kebunlado
6.
Petai
7.
Kotobaru
8.
Sungai Paku
9.Tanjung
Pauh
Kesembilan negeri ini diberi nama
"Antau Singingi" dan semboyan yang selalu dijaga yaitu :
"Ba Bapak ka Pangkalan Indarung
Ba Ibu ka Tanjung Pauh
Ba Mamak ka Muaralembu di tanah
Kojan".
Pepatah
ini mempunyai arti bahwa apabila permasalahan yang ada di 9 koto tadi tidak
dapat diselesaikan didaerahnya masing-masing maka permasalahan tersebut diselesaikan
di Muaralembu oleh mamak-mamak dari masing-masing yang bermasalah.
Lalu Raja Dipertuan Gadis ini
melanjutkan perjalanan hingga kekerajaan gunung sahilan, dan kerajaan siak.
Kemudian Raja kembali kekerajaannya di Pagaruyung dan setiap 2 1/2 tahun hingga
3 tahun ia menugaskan bawahannya untuk mengambil pajak kesetiap daerah yang
telah dilaluinya pajak ini berupa emas karena di daerah Antau Singingi pada
saat itu kaya akan Emas, hingga sekarang emas pun semakin berkurang dan warga
biasanya mendapatkan emas dengan cara mendulang.
Selain semboyan 9 koto tersebut
adalagi sebuah sumpah dari hewan di 3 negeri yaitu :
"harimau di padang loweh,
tupai di manganti dan
buayo disingingi"
Maksud dari sumpah ini adalah sebelum harimau dipadang loweh
makan manusia maka tupai di manganti tidak akan memakan kelapa yang ditanam
penduduk serta buaya disingingi tak akan mengganggu dan memakan orang di
singingi. Orang yang dimaksudkan disini yaitu putra asli daerah tersebut bukan
orang pendatang dari daerah lain.
Sebelum adanya ninik mamak yang
memangku adat, yang menjadi tokoh masyarakat yaitu dikenal dengan datuk banjar.
Dalam pembentukan nama-nama tersebut dikenal ada sebuah pantun yang berbunyi :
Teratak,dusun,
Koto, nagori
Adat jo sarak tasusun
Bumi sonang padi manjadi
Maksud pantun ini yaitu apabila adat dan agama telah menjadi
sumber hukum yang mengatur maka kehidupan akan senang dan tentram serta akan
berjalan dengan baik.
Pada waktu itu kedudukan kepala desa dikenal dengan nama
datuk Pucuk dan yang dalam istilah sekarang camat dikenal dengan nama Datuk
Khalifa.
Kemudian perkembangan permukiman
penduduk yaitu dahulunya berada diseberang sungai singingi namun karena sering
terjadi banjir sehingga masyarakatnya pindah keseberang yang tempat tinggal
warga sekarang sekitar tahun 1979 hingga 1980 dan yang menjabat menjadi datuk
pucuk waktu itu bernama Pak Bangsawan.
Pada tahun 1982 Kepala Desa beserta masyarakat sepakat bahwa
tidak dibolehkan menangkap ikan disungai singingi tersebut yang diberi nama
dengan lubuk larangan yang berarti bahwa bagi siapa yang menangkap ikan dilubuk
larangan tersebut baik ikan yang hidup maupun ikan yang telah mati akibat racun
akan dikenakan denda yang sekarang denda untuk 1 ekor ikan yaitu Rp. 500.000 Sebab
dilakukannnya Pelarangan penangkapan ini yaitu karena dahulu penduduk belum
memiliki sumur sehingga semua kebutuhan yang berhubungan dengan air seperti
mandi, nyuci dan minum semua hal tersebut langsung diambil dari sungai. Jadi
untuk menjaga kebersihan sungai maka dilakukanlah Pelarangan ini.
Namun selain itu ikan ini pada
akhirnya juga ditangkap atau dipanen tapi hanya sekali setahun dan itupun untuk
acara-acara besar seperti khatam Alqur’an dan saat Hari Raya Idul Adha, Alat
yang digunakan yaitu seperti jala dan jaring agar kualitas air tetap terjaga.
Setelah ditangkap kemudian dibagikan kesetiap Kepala Keluarga yang ada ataupun
dimasak dan Makan Bersama dimasjid.
Kemudian Kepala Desa yang menjabat
setelah Pak Bangsawan yaitu adalah :
· Pak Badis,
· Pak Sirih,
· Pak Kuncan,
· dan Pak Siamri hingga sekarang
Karena berita tentang lubuk larangan ini telah tersebar
kemana-kemana sehingga membuat Bupati untuk berkunjung ketempat tersebut. Dan
akhirnya pada tahun 2007 akhirnya Pak H. Sukarmis yang menjadi Bupati waktu itu
beserta bawahannya pergi ke Pangkalan Indarung dan Panen ikanpun dilaksanakan.
Melihat hal ini Pemerintah selaku petinggi negeri mengambil keputusan untuk
menyokong kegiatan lubuk larangan ini dengan membantu mulai dari memberi makan
juga bibit. Sehingga Panen ikanpun hanya dilaksanakan setiap Kali Ada orang
dari Pemerintahan yang datang. Kemudian Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2008
tidak Hanya Bupati yang datang tetapi juga Gubernur Riau yaitu Bpk Rusli Zainal
beserta bawahannya.
Selain Gubernur dan Bupati Petinggi Negeri yang lainnya yang
pernah berkunjung ke Pangkalan Indarung Yaitu Mentri Pembangunan Daerah
Tertinggal Republik Indonesia yaitu Bpk. Lukman Eddy dan Wakil Gubernur Riau
Bpk. Mambang Mit.
Dengan demikian Lubuk Larangan merupakan merupakan Landmark
Desa Pangkalan Indarung yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya
hingga sekarang.
Itulah sedikit kisah sejarah
tentang Awal berdirinya Desa Pangkalan Indarung yang sekarang termasuk dalam
salah satu desa yang berada di kecamatan singingi Kabupaten Kuantan Singingi.
Adapun sumber nya yaitu didapatkan dari Hasil Wawancara dengan beberapa orang
Petuah-petuah Desa Pangkalan Indarung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar