Kode
|
:
|
2011001802
|
|||||||||
Warisan Budaya
|
:
|
Masuk Suku (KABUPATEN ROKAN
HULU , RIAU )
|
|||||||||
Kategori
|
|||||||||||
Adat istiadat masyarakat, ritus,
dab perayaan-perayaan
|
|||||||||||
Sejarah
|
|||||||||||
Di wilayah Rokan bagian hulu, suku disatukan oleh ikatan
kekerabatan dari garis ibu (matrilineal). Istilah suku menunjukkan
keanggotaan seseorang pada garis kekerabatan tertentu yang ditentukan oleh
adat. Meskipun istilah ini hanya merujuk pada salah satu golongan masyarakat,
yaitu orang biasa, namun dalam bahasa tuturan sehari-hari juga dipakai untuk
merujuk keanggotaan pada garis kekerabatan bagi kalangan bangsawan.
Suku merupakan bagian penting dari identitas diri seorang,
khususnya ketika berhadapan dengan orang lain. Pertanyaan ”dari suku apa?”,
jauh lebih penting dari pertanyaan ”asalnya dari mana?” Karena melalui
pertanyaan tersebut penanya dapat menempatkan orang yang diajak bicara dalam
posisinya yang benar.
Pentingnya memahami suku tidak hanya berkaitan dengan
identitas seseorang, tetapi juga dengan hubungan perkawinan yang boleh atau
dilarang terjalin antara dua orang yang berbeda kelamin. Dalam adat orang
biasa di Rokan bagian hulu, perkawinan terjadi secara eksogami suku, harus
dengan orang di luar sukunya. Karena suku diperhitungkan dari garis perempuan
(ibu), maka seseorang pantang menikah dengan anak-anak dari saudara perempuan
ibunya.
Pemahaman mengenai suku seseorang juga belum cukup tanpa
memahami adanya hubungan antara suku-suku tertentu dengan suku-suku lainnya,
karena ada suku-suku tertentu yang memiliki hubungan kerabat. Misalnya, suku
Ampu bersaudara dengan suku Bonuo, bahkan di masa lalu mereka disebut dengan
suku Bonuoampu. Suku Melayu berkerabat dengan suku Mais dan Moniliang. Suku
Pungkuik berkerabat dengan suku Kandang Kopuh. Suku Kuti berkerabat dengan
suku Soborang.
Perkawinan bermakna penyatuan seorang laki-laki dan
perempuan, sekaligus keluarga dan keluarga luas kedua belah pihak. Akan
tetapi, bagi masyarakat di Rokan bagian hulu, perkawinan juga bermakna
sebagai pertautan antara dua suku. Oleh karena itu, syarat utama untuk
melangsungkan perkawinan dengan adat Rokan adalah masing-masing pihak yang
akan menikah harus memiliki suku. Orang luar yang akan menikah dengan orang
Rokan harus melewati proses “masuk suku”. Hal ini penting untuk menentukan posisinya
dalam adat.
|
|||||||||||
Nama Komunitas/organisasi /asosiasi /badan /paguyuban
/kelompok social, atau perorangan penanggung jawab warisan budaya :
|
|||||||||||
|
|||||||||||
Persetujuan Pengusulan WARBUDNAS
|
|||||||||||
|
|||||||||||
Referensi
|
|||||||||||
Referensi berasal dari sumber lisan, wawancara dengan
Bapak Al Azhar dan Bapak Al Badri.
|
|||||||||||
Links Terkait
|
|||||||||||
Minangkabau adalah salah satu etnis di Indonesia yang berasal dari bagian tengah pulau Sumatera. Wilayah adat kebudayaan Minangkabau ini tersebar di seluruh wilayah daratan provinsi Sumatera Barat dan wilayah provinsi tetangga Sumatera Barat (bagian barat Riau dan bagian utara Bengkulu).
Kamis, 31 Desember 2015
masuk suku dalam tradisi di Rokan Hulu
Senin, 21 Desember 2015
Bahasa Minang
BAHASA MINANGKABAU/BASO MINANG/BASO
AWAK
Bahasa Minang
adalah salah satu bahasa dalam keluarga bahasa Austronesia, termasuk
ke dalam cabang Bahasa Malayo-Polynesia. Bahasa ini dituturkan oleh suku
bangsa Minangkabau atau Urang Awak. Secara tradisional persebarannya meliputi bagian
tengah pulau Sumatera, tepatnya di : provinsi Sumatera Barat daratan, provinsi
Riau bagian barat, provinsi Bengkulu bagian utara, beberapa kawasan Jambi bagian barat dan sedikit di provinsi Sumatra Utara bagian selatan. Selain itu terdapat Varian bahasa Minang yang dituturkan oleh suku bangsa Pesisir/Pasisi di sepanjang
pesisir barat provinsi Sumatera Utara dan pesisir barat bagian selatan provinsi Aceh (dikenal sebagai Bahasa Pasisi) dan Suku
Bangsa Aneuk Jamee / Jamu di pesisir barat provinsi Aceh (dikenal sebagai Bahasa Jamu/Jamee. Konon, nenek moyang masyarakat Pesisir dan Aneuk Jamee berasal dari Ranah Minang yang bermigrasi ke wilayah tersebut sejak ratusan
tahun yang lampau. Bahasa Minang juga dituturkan di Malaysia oleh masyarakat Malaysia yang berleluhur dari Ranah Minang yaitu Baso Nogori atau Bahasa Melayu Negeri
Sembilan, dituturkan Orang Nogoghi di Negeri Sembilan dan Naning Melaka. Masyarakat perantau keturunan Rao (dikenal sebagai bahasa
Rawa), masyarakat keturunan Kampar, serta keturunan perantau asal Sumatera Barat . Seperti halnya masyarakat Pesisir dan Aneuk Jamee, nenek moyang masyarakat penutur Bahasa Minang di Malaysia ini juga
telah bermigrasi dari Ranah Minang ke sana dari masa yang lampau dan membentuk komunitas Orang Nogoghi. Berabad kemudian baru datang gelombang-gelombang migrasi lagi dari Rao, Kampar dan Sumatra Barat. Selain
itu, Bahasa Minang juga dituturkan oleh masyarakat Minang di diaspora atau
perantauan baik masih di Indonesia maupun mancanegara.
Pengucapan
Vokal
A pada kata Kareh, Apo
E (E taling) pada kata Padeh,
Etek
E (E pepet) pada kata Bonegh,
Bondegh, Tinggegh (khusus dalam dialek Tanah Datar bagian timur, sebagian Sijunjuang dan Singingi Riau).
I pada kata Minang, Induak
O pada kata Apo, Ondeh
U pada kata Urang, Buruang
Diftong
Ia pada kata Bibia
• dialek Pariaman menjadi Ie pada kata Bibie
• dialek Kampar dan Muaro Labuah menjadi Iu pada kata Bibiu.
Ia pada kata Ambiak
• dialek Kampar menjadi
Io pada kata Ambiok.
• dialek sebagian Solok menjadi Ie pada kata
Ambiek.
Ia pada kata Niniak
• Niniok dalam dialek Kampar.
• Niniek
dalam dialek sebagian Solok.
Ia pada kata Cabiak
• dialek Kampar menjadi Cabiok.
• dialek sebagian Solok menjadi Cabiek.
Ia pada kata Lapiak
• dialek Kampar menjadi Lapiok
• dialek sebagian Solok jadi Lapiek.
Ui pada kata Takuik, Apuih
Ua pada kata Duduak
• dialek Kampar, Rokan Kiri dan Tanjuang Ampalu Sijunjuang menjadi Uo pada kata Duduok.
• dialek
sebagian Solok menjadi Ue pada kata Duduek.
Ua pada kata Datuak
• Datuok
dalam dialek Kampar, Rokan Kiri, Tanjuang Ampalu Sijunjuang.
• Datuek dalam dialek sebagian Solok.
Ua pada kata Kasua, Dapua, Kabua
• dialek Pariaman menjadi Kasue, Dapue, Kabue).
• dialek Rokan IV Koto, Rokan Hulu menjadi Kasuo, Dapuo, Kabuo
Uw pada kata Apuw (khusus dalam dialek Rokan Kanan)
Ai pada kata Balai, Denai
Au pada kata Lapau, Silau
Ea pada kata Geleang, Lereang
Ei pada kata Tadei, Jawei,
Padei (dalam dialek kota Padang) dan (Sungei, Morosei,
dalam dialek Rao, dalam dialek Minang Umum, Sungai, Marasai)
Ou pada kata Limou (dalam dialek Rao dan Kari Kuantan) dan Bonou (dalam dialek Kolok Nan Tuo Sawahlunto)
Oi/Oe pada kata Oi/Hoi/Oe/Hoe (kata sapaan semakna dengan ‘Hei’ dalam bahasa Indonesia)
diftong
dalam bahasa Minang yaitu:
Ia (Niniak, Putiah, Bibia,
Karambia)
Ie bunyi E taling atau seperti
mengucap kata Ember (Niniek, Putieh, Bibie, Kambie)
Iu (Bibiu, Kambiu)
Io (Niniok, Putio)
Ui (Japuik, Apuih)
Ua (Basuah, Jatuah, Datuak)
Uo (Basuo, Jatuo, Datuok), (Dapuo, Ambuo dalam dialek Rokan IV Koto, Rokan Hulu)
Ue (Basueh, Jatueh, Datuek, dialek sebagian Solok), (Dapue, Sumue, Ambue dalam dialek Pariaman), dalam dialek Minang Umum: Basuah, Jatuah, Datuak, Dapua, Sumua, Ambua
Ai (Denai, Sampai)
Au (Kabau, Alau)
Ea (Teleang, Kepeang, Ereang
Gendeang)
Ei (Tadei, Jawei dalam dialek kota Padang), (Kodei, Somei dalam dialek Rao), dalam dialek Minang Umum: Tadi, Jawi, Kadai, Samai
Ei (Tadei, Jawei dalam dialek kota Padang), (Kodei, Somei dalam dialek Rao), dalam dialek Minang Umum: Tadi, Jawi, Kadai, Samai
Ou (Rantou dalam dialek Rao),
(Bonou dalam dialek Kolok Nan Tuo Sawahlunto), dalam dialek Minang Umum: Rantau, Bana
Oi (Oi/Hoi : artinya "hei")
Contoh beberapa kosa kata bahasa
Minang.
B pada kata Bana
C pada kata Caro
D pada kata Denai
G pada kata Gadang
J pada kata Jantuang
K pada kata Kuruang, Tapuak. (K
akan berbunyi ‘ jika sebagai konsonan seperti pada kata Kusui’, Takui’,
Tasera’, Nampa’, Lasa’
L pada kata Limo
M pada kata Manang
N pada kata Namo
P pada kata Paniang
R pada kata Rimbo
S pada kata Santiang
T pada kata Talingo
W pada kata Sarawa
Y pada kata Iyo
NG pada kata Siang
NY pada kata Inyo
GH (غ) pada kata Ughang (umumnya dialek-dialek bahasa Minang menggunakan "gh", kecuali dialek Minang Umum yang
jelas memakai huruf R seperti pada kata Urang).
Dialek
Bahasa Minang memiliki banyak dialek. Walaupun demikian, penutur dari berbagai dialek yang berbeda tersebut tetap bisa saling memahami. Untuk menyatukan atau menghubungkan perbedaan dialek, bisanya dipakai dialek Minang Umum (berbeda dengan dialek Padang) yang utamanya dituturkan di daerah perkotaan.
Secara umum, dialek bahasa Minang atau baso Awak terbagi menjadi tiga kelompok dialek utama : Kelompok Dialek bagian Barat, kelompok dialek bagian Timur dan kelompok dialek bagian Selatan. Perbedaan ketiga kelompok dialek ini terletak pada vokal di suku kata pertama, yaitu 'a', 'o' dan 'e'. Dalam bahasa Indonesia, suku kata pertama yang bercokal e pepet akan diucapkan berbeda di masing-masing kelompok : menjadi "a" di kelompok dialek Barat, "o" di kelompok dialek Timur dan "e" pada kelompok dialek Selatan.
Contoh : kelompok dialek Barat melafalkan 'Padeh' (Pedas), 'Capek' (Cepat), 'Bareh' (Beras), 'Panek' (Penat), 'Talok' (Sanggup), 'Salang' (Pinjam), sedangkan dalam kelompok dialek Timur menjadi, 'Podeh' (Pedas), 'Copek' (Cepat), 'Boreh' (Beras),
'Ponek' (Penat), 'Tolok' (Sanggup), 'Solang' (Pinjam) dan kelompok dialek Selatan melafalkan 'Pdeh' (Pedas), 'Cpek' (Cepat), 'Bgheh' (Beras), 'Pnek' (Penat), 'Tlok' (Sanggup), 'Slang' (Pinjam). Kelompok Dialek Barat tersebar di sepanjang pesisir Sumatera Barat (kecuali Aia Bangih sekitarnya) serta pesisir barat provinsi Aceh dan pesisir barat provinsi Sumatera Utara yaitu di kabupaten Pasaman Barat bagian selatan, kabupaten
Padang Pariaman, kota Pariaman, kota Padang, kabupaten Pesisir Selatan bagian utara dan tengah, kabupaten Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, kabupaten Tapanuli Tengah, kota Sibolga, kabupaten Mandailing Natal dan pesisir kabupaten Tapanuli Selatan. Di pedalaman, dialek Barat dituturkan di kabupaten
Pasaman bagian selatan, kabupaten Agam, kota
Bukittinggi, kota Padangpanjang, kabupaten Tanah Datar bagian barat, kota Solok, kabupaten Solok kecuali bagian utara, kabupaten Solok Selatan bagian barat.
Kata-kata ‘Sia’, ‘A’, ‘Dima’, ‘Ma’, ‘Bara’, ‘Baa’, ‘Kama’ umum digunakan dalam
dialek Barat atau menjadi ciri khas dialek seluruh penduduk asli Padang
Pariaman, kota Pariaman, kota Padang. Sedangkan daerah penutur dialek Minang
Barat lainnya di sebagian Pesisir Selatan, Solok Selatan bagian barat, tetap
menggunakan kata ‘Siapo’, ‘Apo’, ‘Dimano’, ‘Mano’, ‘Baapo’, ‘Kamano’.
Kelompok Dialek bahasa Minang bagian timur dituturkan masyarakat adat Minang atau Urang
Awak di sebagian kecil pesisir barat, pedalaman Sumatera Barat dan bagian barat hingga tengah provinsi Riau. Dari kabupaten Pasaman Barat (Aia Bangih, Parik, Ujuang Gadiang, Sungai Aua, Muaro Kiawai, Talu, Sinuruik, Kajai), kabupaten
Pasaman bagian utara dan timur (Rao - Mapat Tunggul), kabupaten Rokan Hulu Riau, kabupaten Rokan Hilir Riau, kabupaten Lima Puluh Kota, kota Payakumbuh,
kabupaten Kampar Riau, kabupaten Pelalawan Riau, kabupaten Tanah Datar bagian timur, sebagian kecil kabupaten
Solok (bagian utara), kabupaten Sijunjung, kota Sawahlunto, kabupaten Kuantan Singingi Riau
serta sebagian kabupaten Indragiri Hulu Riau, kabupaten Solok
Selatan bagian timur, dan kabupaten Dharmasraya, Muara Sipongi kabupaten Mandailing Natal Sumatra Utara (dialek Urak Tanah Ulu), barat provinsi Jambi (dialek orang Penghulu di kabupaten Tebo, Bungo, Merangin, dan Sarolangun), serta Malaysia (baso Nogori di Negeri Sembilan dan Naning Melaka).
Kelompok Dialek bahasa Minang bagian selatan dituturkan masyarakat adat Minang di bagian selatan kabupaten Pesisir Selatan hingga kabupaten Mukomuko Bengkulu. Dari Indopuro, Tapan, Lunang, Silauik dan Mukomuko Bengkulu.
Dalam tiga kelompok dialek Bahasa Minang ini, kelompok dialek Barat, kelompok dialek Timur dan kelompok dialek Selatan terdiri dari beragam dialek tergantung wilayahnya. Dalam kelompok dialek Barat
ada dialek-dialek : Simpang Ampek, Lubuak Basuang, Pariaman, Padang, Pesisir Selatan bagian utara, Pesisir Selatan bagian tengah, Agam, Tanah Datar bagian barat, Solok, Muaro Labuah dan lain-lain yg
bisa saja berbeda antar nagari nya.
Kelompok Dialek Timur terdiri dari beragam dialek-dialek berdasarkan
wilayahnya, dialek-dialek Rao, Talu, Rokan Kiri, Rokan Kanan, Mudiak Lima Puluh Kota, Payakumbuh sekitarnya, Kampar Kanan, Kampar Kiri, Singingi, Lintau Tanah Datar, Sumpu Kudus Sijunjung, Bagian timur Tanah Datar lainnya, Kuantan, Abai Sangir Solok Selatan, Dharmasraya, yg juga bisa saja berbeda antar
nagarinya, contoh di daerah Koto Tinggi Lima Puluh Kota, Rao, Rokan Kiri diucapkan ‘Nogori’, ‘Monjadi’, ‘Mombuek’, ‘Borubah’, sedangkan daerah Lima Puluh
Kota yg lain, daerah Sijunjung, Kampar, Dharmasraya, Taluak Kuantan menjadi ‘Nagori’
atau ‘Nagoghi’, ‘Manjadi’, ‘Mambuek’, ‘Barubah’, dan di Rokan Kanan diucapkan 'Nugori', 'Nugoi', 'Munjadi', 'Mumbuek', 'Burubah'.
Dialek Selatan di Pesisir Selatan bagian selatan - Mukomuko Bengkulu terdiri dari beberapa dialek pula, seperti dialek Indopuro, Tapan, Mukomuko, dan lain-lain. Ciri khas kata-kata dalam dialek ini berakhiran 'ing' dan 'ung' jika dalam kata-kata Minang umum berakhiran 'i', contoh, ‘Nagari’ jadi ‘Neghing’, 'Bali' jadi 'Bling', 'Tapi' jadi 'Tping'. 'Kayu' jadi 'kayung', 'Tabu' jadi 'Tebung'. ‘Kini’, ‘Kami’, ‘Pai’, ‘Cari’ akan menjadi ‘Taung’, ‘Kining’, ‘Kaming’, ‘Paing’, ‘Caghing’. Kata-kata ‘Tampek’, ‘Gadang’, ‘Kaciak’, ‘Kariang’, ‘Muko’, ‘Apo’, ‘Malayu’ akan menjadi ‘Tpek’, ‘Gdang’, ‘Kcik’, ‘Kghiang’, ‘Muku’, ‘Apu’, ‘Mlayung’)
Variasi lainnya dalam dialek bahasa Minang, contohnya kata ‘Air’, dalam dialek bahasa
Minang umum adalah ‘Ayia’. Menjadi ‘Ayie’ di kabupaten Padang Pariaman, kota
Pariaman, Rokan Hulu Riau. ‘Ayiah’ di sebagian kota Pariaman. ‘Ayi’ di kota
Padang’. ‘Ayiu’ di Kampar, Muaro Labuah dan Dharmasraya. ‘Ayigh’ di timur Tanah Datar - Sumpu Kudus Sijunjung, Talawi Hilir Sawahlunto dan Singingi Riau. ‘Ayiar’ di Kuantan Riau dan Sungai Naniang Lima Puluh Kota.
Kata ‘Karambia’ dalam dialek Minang Umum (bhs Indonesia, Kelapa), menjadi ‘Kambie’
di Padang Pariaman. ‘Kambiah’ di sebagian kota Pariaman. ‘Karambi’ di kota
Padang. ‘Kambiu’ di Kampar. ‘Kambigh’ di Sijunjuang. ‘Karambial’ di Kuantan. Kata ‘Bana’ (bhs Indonesia, Benar), menjadi ‘Bona’ di
sebagian Lima Puluh Kota, sebagian Tanah Datar, Rokan Hulu Riau’. ‘Bono’ di Koto Nan Gadang Payakumbuh, ‘Bonoa’ di Sungai Tarok Tanah Datar, ‘Bone’ (e dibaca pepet) di Mungka Lima Puluh Kota, ‘Bonagh’ di Muaro Sungai Lolo Pasaman, ‘Bonau’ di Kampar Kanan. ‘Bonou’ di Kolok Nan Tuo Sawahlunto dan Kampar Kanan. ‘Bonegh’ (e dibaca pepet) di Tanjuang Bonai Aua Sijunjuang, sebagian Tanah Datar, dan Singingi Riau. ‘Bonar’ di Kuantan. ‘Banau’ di
Solok Selatan dan sebagian Pesisir Selatan. Contoh lainnya pada kata ‘Danga’ (bhs Indonesia, Dengar),
menjadi ‘Donga’ di sebagian Lima Puluh Kota, ‘Dongo’ di Koto Nan Godang Payakumbuh, ‘Dongoa’ di Sungai Tarok Tanah Datar, ‘Donge’ (e dibaca pepet) di Mungka Lima Puluh Kota, ‘Dongagh’ di Muaro Sungai Lolo Pasaman, ‘Dongegh’ (e dibaca pepet) di Tanjuang Bonai Aua Sijunjung, ‘Dongar’ di Kuantan, ‘Dongau’ di Kampar Kanan, ‘Dongou’ di Kolok Nan Tuo Sawahlunto dan Kampar Kanan, ‘Dangau’ di Solok Selatan.
Dari beragam varian dialek atau logat Bahasa Minang, dikenallah dialek Bahasa
Minang Umum atau bisa dibilang dialek standar Bahasa Minang. Dialek ini berasal
dari dialek Minang bagian Barat, namun tanpa membawa ciri khas atau menonjolkan
dialek wilayah spesifiknya. Pada dialek bahasa Minang umum tidak membawa atau
menonjolkan ciri khas dialek Pariaman, dialek Padang, Agam, Solok, Pesisir Selatan, atau
daerah basis dialek Barat lainnya. Dalam dialek atau logat Bahasa Minang Umum
tidak ada penggunaan 'Je', 'Nyeh', 'Wee' layaknya dialek daerah Pariaman (dalam
dialek Minang Umum digunakan kata ‘Sajo’, ‘Nyo’, ‘Inyo’). Penggunaan ‘Min’
layaknya logat Lubuak Basuang Agam (dalam dialek Minang Umum digunakan kata
‘Sajo’). Penggunaan 'Se', 'Ayi', 'Kasu', 'Kasik', 'Lapik', 'Tadei', 'Jawei'
layaknya logat kota Padang (dalam dialek Minang Umum digunakan kata ‘Sajo’,
‘Ayia’, ‘Kasua’, ‘Kasiak’, ‘Lapiak’, ‘Tadi’, ‘Jawi’). Penggunaan 'No'/'Ano'
layaknya logat Agam (dalam dialek Minang Umum digunakan kata ‘Nyo’/’Inyo’). Dialek Minang umum biasanya digunakan di daerah perkotaan atau dalam
lirik lagu Minang. Bisa dikatakan dialek ini sebagai dialek pemersatu atau penghubung antar penutur
Bahasa Minang, karena biasanya penutur Bahasa Minang yang berasal dari daerah
yang berbeda, dengan dialek dari kampung halaman masing-masing yang berbeda,
akan menggunakan dialek Bahasa Minang Umum ini dalam berkomunikasi. Walau
dialek ini berdasarkan pada dialek bahasa Minang bagian Barat (cirinya bervokal 'a' di suku kata pertama), penutur
dialek Minang bagian Timur (cirinya bervokal 'o' di suku kata pertama) seperti penutur bahasa Minang dari Rao, Lima Puluh
Kota, Kampar, bagian timur Tanah Datar, Sijunjung, Kuantan, Dharmasraya, dan basis penutur
dialek Minang Timur lainnya mau menggunakan dialek bahasa Minang umum dalam
berkomunikasi antar penutur dialek. Walaupun penutur dialek Minang bagian timur sebut, Besar itu 'Godang', Cepat itu 'Copek', Enak itu Lomak', Belum itu 'Olun', dan lain-lain, mereka akan tetap memakai logat standar Minang yang sebut 'Gadang', 'Capek', 'Lamak', 'Alun'.
Dari berbagai sumber, dari
pengalaman dan pengamatan penulis.
Langganan:
Komentar (Atom)